Ex-pose.biz.id - Ketika suara parlemen membungkam dan enggan merepresentasikan suara rakyat, maka rakyat wajib menggunakan haknya sendiri untuk menyampaikan aspirasi serta tuntutan yang selama ini dirasakan terabaikan. Rakyat tidak bisa diam, sebab suara rakyat adalah suara Tuhan yang harus didengar. Bila diabaikan, kebisuan parlemen bisa menjelma menjadi malapetaka bagi bangsa.
Menyuarakan jeritan rakyat adalah upaya memastikan bahwa aspirasi masyarakat tetap diperhatikan. Jika tetap tidak mau didengar, rakyat harus menentukan sikap tegas untuk bertindak sendiri. Sebab, pengabaian terhadap tatanan yang berlaku justru mencederai prinsip dasar hablum minallah dan hablum minannas — hubungan manusia dengan Allah dan dengan sesamanya — yang menjadi pegangan hidup setiap insan beriman.
Jabatan dan kekuasaan seharusnya ditempatkan dalam kerangka ibadah. Seperti menjaga hubungan baik dalam keluarga, organisasi, maupun lembaga, semua itu menuntut sifat amanah. Tanpa amanah, kekuasaan akan berubah menjadi ta’un — pembawa bencana dan kerusakan di muka bumi. Dalam perspektif Islam, ta’un dapat berarti wabah, bencana, atau hukuman dari Allah akibat perbuatan manusia yang zalim.
Fenomena itu nyata terlihat pada anggota parlemen yang hanya “manggut-manggut” demi kenyamanan pribadi, namun mengabaikan penderitaan rakyat. Jika parlemen terus membungkam demi keselamatan diri sendiri, maka rakyat wajib bertindak. Jika mandat yang diberikan dalam Pemilu dikhianati, rakyat berhak mengambil kembali kedaulatannya demi kehidupan yang lebih adil dan beradab, sesuai hukum serta tuntunan agama.
Untuk membersihkan parlemen dari “kutu busuk” politik, rakyat harus berani melakukan seleksi ketat terhadap wakil-wakilnya, bahkan sampai ke akar partai politik yang otoriter dan rakus kekuasaan. Mereka yang mengkhianati amanah rakyat lebih pantas dibuang, agar tidak lagi mengotori ruang demokrasi pada periode berikutnya.
Selain menggunakan hak suara, rakyat juga bisa menyalurkan perlawanan melalui protes, demonstrasi, dan unjuk rasa. Suara rakyat yang tertindas perlu disuarakan secara lantang dan massif, termasuk melalui media sosial. Hal ini bukan hanya untuk menggugah mereka yang telah kehilangan nurani, tetapi juga membangun kesadaran kolektif menuju gerakan rakyat yang lebih efektif melawan tirani kekuasaan.
Pada akhirnya, kedaulatan rakyat adalah fondasi bangsa. Jika terus dimanipulasi dan dilukai, maka rakyatlah yang akan bangkit, mengembalikan martabatnya, dan memastikan demokrasi berjalan sebagaimana mestinya — dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.(tim/red)
Posting Komentar